Rabu, 13 Oktober 2010

Kamis, 04 Maret 2010

RUU KELAUTAN

Draft RUU XVII (revisi 14)
DRAFT XVII REVISI 14
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR......... TAHUN.........
TENTANG
K E L A U T A N
45
Draft RUU XVII (revisi 14)
DAFTAR ISI
Halaman
Bab I Ketentuan Umum ................................................................................ 45
Bab II Ruang Lingkup..................................................................................... 46
Bab III Asas dan Tujuan ................................................................................. 46
Bab IV Wilayah Laut........................................................................................ 47
Bab V Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu pengetahuan
dan teknologi kelautan......................................................................... 48
Bab VI Tata Ruang Kelautan........................................................................... 49
Bab VII Pemanfaatan dan Pendayagunaan Laut............................................. 49
Bab VIII Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Kelautan ......................... 51
Bab IX Pemantauan dan Penanggulangan Bencana Alam di Laut................ 51
Bab X Tatanan Hukum Kelautan.................................................................... 52
Bab XI Sumberdaya Manusia dan Budaya Kelautan...................................... 52
Bab XII Pembangunan Kelautan...................................................................... 53
Bab XIII Otonomi Daerah.................................................................................. 53
Bab XIV Penegakan Hukum Di Laut ................................................................. 54
Bab XV Ketentuan Peralihan ........................................................................... 54
Bab XVI Ketentuan Penutup.............................................................................. 55
Penjelasan Atas Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia........................ 56
46
Draft RUU XVII (revisi 14)
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
KELAUTAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui secara internasional sebagai suatu negara kepulauan memiliki sumber daya alam yang melimpah merupakan rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, bagi seluruh bangsa dan negara Indonesia yang wajib dimanfaatkan secara berkelanjutan dan dikelola secara terpadu bagi kepentingan generasi sekarang dan mendatang;
b. bahwa wilayah laut merupakan bagian terbesar wilayah Indonesia mempunyai posisi dan nilai strategis dari berbagai aspek kehidupan, mencakup : politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, dan ekologi yang diperuntukkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia;
c. bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang berbentuk negara kesatuan berwawasan nusantara perlu memiliki paradigma baru Indonesia masa depan yang berorientasi kelautan disegala bidang pembangunan.
d. bahwa peraturan perundang-undangan di bidang kelautan yang dilaksanakan secara sektoral memerlukan kebijakan dan pengaturan yang terpadu.
e. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, b, c dan d di atas perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Kelautan yang merupakan rujukan bagi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang kelautan.
Mengingat : Pasal 5, Pasal 18, Pasal 20, Pasal 25A, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 .
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KELAUTAN.
47
Draft RUU XVII (revisi 14)
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan daratan dan bentuk-bentuk alamiah lainnya yang merupakan kesatuan geografis dan ekologis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum internasional.
2. Kelautan adalah hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan di laut yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya, landas kontinen termasuk sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kegiatan di permukaan laut, dan ruang udara di atasnya.
3. Maritim adalah bagian dari kegiatan di laut yang mengacu pada pelayaran/ pengangkutan laut, perdagangan (sea-borne trade), navigasi, keselamatan pelayaran, kapal, pengawakan, pencemaran laut, wisata laut, kepelabuhanan baik nasional maupun internasional, industri dan jasa-jasa maritim.
4. Pulau adalah wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah yang dikelilingi oleh air dan berada di atas permukaan air pada waktu air pasang.
5. Kepulauan adalah suatu gugusan pulau termasuk bagian pulau dan perairan di antara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lain demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan satu kesatuan geografi (ekologis), ekonomi, pertahanan, keamanan, dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian.
6. Negara Kepulauan adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.
7. Pantai adalah ruang yang terbentuk oleh pertemuan antara laut dan daratan yang menimbulkan adanya pasang tinggi dan pasang rendah.
8. Negara maritim adalah negara yang mempunyai kegiatan maritim sebagai penggerak utama dan andalan di bidang ekonomi yang didukung kekuatan armada sipil dan militer yang memberikan kontribusi penting bagi kesejahteraan rakyat.
9. Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap kedaulatan wilayahnya yang merupakan satu kesatuan dari berbagai aspek ekonomi, ekologi, sosial, budaya, politik, pertahanan, dan keamanan yang menjadikannya Indonesia adalah negara utuh menyeluruh sebagai negara kesatuan yang berdaulat.
10. Kawasan adalah dasar laut dan dasar samudera serta tanah dibawahnya diluar batas-batas yurisdiksi nasional, sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982.
11. Otorita adalah organisasi yang melaluinya negara-negara peserta harus mengatur dan mengawasi kegiatan di kawasan, terutama dengan tujuan untuk mengelola kekayaan –kekayaan di kawasan.
12. Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi
48
Draft RUU XVII (revisi 14)
dengan baku mutu dan atau fungsinya sesuai dengan peraturan perundang – undangan dan atau ketentuan hukum internasional.
13. Pemanfaatan laut berkelanjutan adalah penggunaan laut secara optimal untuk kepentingan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang dengan metode dan teknologi yang ramah lingkungan sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum internasional.
14. Masyarakat kelautan adalah sekelompok orang yang memiliki kepentingan di bidang kelautan.
15. Menteri adalah Menteri yang tugas dan wewenangnya di bidang kelautan dan Menteri-menteri yang terkait dengan bidangnya masing-masing.
16. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi dan/atau pemerintah Kabupaten/Kota.
17. Konvensi adalah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tahun 1982 (1982 United Nations Convention on the Law of the Sea).
18. Bank Data Kelautan adalah kumpulan data berbagai aspek kelautan yang diperlukan untuk dapat mengelola kelautan secara efektif dan efisien. Data tersebut dihimpun dari berbagai institusi baik pemerintah maupun swasta.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang Lingkup Undang-Undang ini meliputi pengaturan dan pengelolaan kelautan Indonesia secara terpadu dan berkelanjutan.
BAB III
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Undang-Undang tentang Kelautan ini berdasarkan pada asas-asas kedaulatan, tanggung jawab negara, pengelolaan berbasis ekosistem dan ekologis, keterpaduan, kehati–hatian, pembangunan berkelanjutan, kemandirian, kepentingan nasional, dan berkeadilan.
Pasal 4
Tujuan Undang-Undang tentang Kelautan adalah:
1. Mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri Nusantara.
2. Menciptakan laut yang lestari, aman, serta teridentifikasinya sumberdaya laut dalam yurisdiksi nasional dan diluar yurisdiksi nasional.
3. Memanfaatkan sumberdaya kelautan dan kekayaan laut dalam wilayah laut Negara Kesatuan Republik Indonesia, laut lepas dan dasar samudera dalam, secara berkelanjutan,
49
Draft RUU XVII (revisi 14)
untuk sebesar-besarnya bagi generasi sekarang tanpa mengorbankan kepentingan generasi mendatang.
4. Mengembangkan budaya dan pengetahuan kelautan bagi masyarakat untuk menumbuhkan pembangunan yang berorientasikan kelautan.
5. Menciptakan sumberdaya manusia kelautan yang profesional, beretika, berdedikasi, dan mampu mendukung pembangunan kelautan secara optimal dan terpadu.
BAB IV
WILAYAH LAUT
Pasal 5
(1) Pemerintah menetapkan dan mengatur wilayah laut yang berada dibawah kedaulatan penuh NKRI, yaitu Perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan dan Laut Territorial.
(2) Pemerintah menetapkan dan mengatur wilayah laut yang berada dibawah hak-hak berdaulat dan yurisdiksi NKRI, yaitu Zona Tambahan, Landas Kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai wilayah laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatas, diatur dengan peraturan perundang-undangan dan memperhatikan hukum internasional yang berlaku
Pasal 6
(1) Pemerintah menetapkan batas-batas terluar wilayah laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diatas.
(2) Pemerintah menetapkan delimitasi wilayah laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatas dengan Negara lain yang berbatasan.
(3) Pemerintah menetapkan nama-nama laut, selat, teluk, gugus pulau, pulau dan gosong.
(4) Penetapan batas terluar, delimitasi wilayah laut, nama-nama laut, selat teluk, gugus pulau, pulau dan gosong sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2) dan (3) diatas, diatur dalam peraturan perundang- undangan dengan memperhatikan ketentuan hukum internasional.
Pasal 7
(1) Pemerintah menetapkan hak dan kewajiban di laut bebas sesuai dengan hukum laut Internasional yang berlaku serta Perjanjian-Perjanjian dengan Negara atau Lembaga Internasional yang berwenang.
(2) Pemerintah menetapkan tata-cara untuk turut serta dalam pemanfaatan Kawasan sesuai dengan ketentuan hukum laut internasional yang berlaku dan Perjanjian-perjanjian Internasional dengan Negara dan atau dengan otorita Internasional yang berwenang.
50
Draft RUU XVII (revisi 14)
BAB V
PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN
ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
Pasal 8
(1) Pemerintah mengembangkan sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kelautan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan dan hukum laut internasional yang berlaku serta perjanjian-perjanjian dengan negara atau lembaga internasional yang berwenang.
(2) Pemerintah mengembangkan Penelitian, Pengembangan, Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kelautan yang merupakan dari Sistem Nasional tentang Penelitian, Pengembangan, Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
(3) Bidang-bidang Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK kelautan meliputi antara lain kegiatan penelitian dasar dan terapan untuk meningkatkan pemahaman tentang biologi, kimiawi, fisika, geologi dan dasar laut serta tanah dibawahnya , proses dan interaksi laut dan pantai dengan hidrologi, cuaca , serta pengaruh laut dan pantai terhadap masyarakat dan komunitas di sekitar laut-lingkungan serta pengembangan metodologi dan instrumen untuk meningkatkan pemahaman tentang laut.
(4) Pemerintah menetapkan persyaratan tentang pelaksanaan penelitian ilmiah kelautan oleh Lembaga Internasional atau pihak asing.
(5) Pelaksanaan Penelitian, Pengembangan, Penerapan IPTEK Kelautan dapat dilakukan dengan bekerjasama secara regional dan internasional dengan Negara lain.
(6) Koordinasi pelaksanaan kegiatan Penelitian, Pengembangan, Penerapan IPTEK Kelautan secara nasional, dilakukan oleh Lembaga Penelitian Pemerintah yang diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
(1) Pemerintah menyusun, mengelola, memelihara dan mengembangkan Bank Data Kelautan yang dihimpun dari berbagai kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi kelautan.
(2) Data Kelautan meliputi diantaranya data tentang karakteristik laut , baku mutu laut, bathimetry, hydrography, oceanography, data tentang cuaca, data sumberdaya hayati dan non hayati, data tentang lempeng tanah dasar laut, data tentang gempa di laut, tsunami, data tentang pulau-pulau, data tentang peta laut, data tentang penduduk pesisir dan data lain yang diperlukan.
(3) Bank Data Kelautan disimpan, dikelola dan dikembangkan (updated) oleh Lembaga penelitian pemerintah, yang berfungsi sebagai Pusat Informasi Nasional tentang data kelautan.
51
Draft RUU XVII (revisi 14)
BAB VI
TATA RUANG KELAUTAN
Pasal 10
(1) Pemerintah menetapkan penataan ruang kelautan sebagai bagian integral dari sistem penataan ruang nasional.
(2) Penataan ruang kelautan meliputi diantaranya wilayah perikanan, pertambangan, kenavigasian, pelayaran dan kepelabuhanan, industri kelautan, kepariwisataan kelautan, penelitian ilmiah, bangunan diatas air, daerah latihan militer, uji-coba sistem senjata militer dan kawasan lindung.
(3) Penataan ruang kelautan ditujukan selain untuk pelestarian dan pengembangan berbagai kegiatan yang berskala lokal daerah dan nasional, juga untuk mengembangkan kawasan-kawasan potensial menjadi pusat-pusat kegiatan produksi, dan distribusi, dan pelayanan yang penting berskala internasional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana tata ruang kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dalam Undang–Undang.
BAB VII
PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN LAUT
Pasal 11
Pemerintah mengatur dan mengembangkan pemanfaatan dan pendayagunaan laut dan sumber-daya yang terkandung didalamnya, sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum internasional yang berlaku, serta perjanjian-perjanjian internasional dengan Negara atau Lembaga Internasional yang berwenang.
Bagian Kesatu
Perikanan
Pasal 12
(1) Pemerintah mengatur pengelolaan perikanan baik di wilayah laut Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di laut lepas maupun di darat, dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya secara optimal dan berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
(2) Pemerintah mengkoordinasikan pengelolaan sumber daya perikanan dan memfasilitasi berbagai upaya menuju terwujudnya industri perikanan terpadu yang handal, berasaskan keadilan dan pemerataan, melalui perluasan kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup nelayan dan pembudidaya ikan serta yang terkait dengan kegiatan perikanan.
(3) Pemerintah mengkoordinasikan dan memfasilitasi berbagai upaya menuju terwujudnya industri perikanan nasional yang terpadu dan handal.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Undang–undang dengan memperhatikan ketentuan hukum internasional.
52
Draft RUU XVII (revisi 14)
Bagian Kedua
Pelayaran dan Kenavigasian
Pasal 13
(1) Kedudukan Indonesia sebagai Negara kepulauan, pemerintah wajib mengembangkan potensi dan meningkatkan peran pelayaran, baik nasional maupun internasional untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara.
(2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), pemerintah mengatur bidang pelayaran yang mencakup aspek publik dan aspek ekonomi, dengan memperhatikan norma-norma hukum internasional.
Bagian Ketiga
Pertambangan dan Energi di Laut
Pasal 14
(1) Pemerintah mengembangkan dan memanfaatkan pertambangan dan energi, termasuk energi alternatif, yang bersumber dari laut, dasar laut maupun tanah di bawahnya, yang mencakup bahan tambang ekstraktif dan non ekstraktif.
(2) Pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) merupakan sub sistem dari sistem pertambangan dan energi nasional.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pertambangan dan energi di laut termasuk energi alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) dan ( 2) diatur dengan peraturan perundangan undangan.
Bagian Keempat
Kepariwisataan Kelautan
Pasal 15
(1) Pemerintah mengkoordinasikan dan memfasilitasi pengembangan pariwisata kelautan untuk menjadikan Indonesia menjadi salah satu kawasan pariwisata dunia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan penyelenggaraan kepariwisataan kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Undang – Undang.
Bagian Kelima
Industri Kelautan
Pasal 16
(1) Pemerintah mengatur pengelolaan dan pengembangan industri kelautan sebagai sub sistem dari sistem industri nasional untuk mendukung sektor-sektor utama perekonomian kelautan.
(2) Pemerintah mewujudkan keterpaduan sektor-sektor terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mencakup sarana dan prasarana, Ilmu dan teknologi, sumber daya manusia serta pendanaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan industri Kelautan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dalam Undang – Undang.
53
Draft RUU XVII (revisi 14)
Bagian Keenam
Benda-benda berharga yang ditemukan di Laut
Pasal 17
(1) Pemerintah mengatur, mengawasi dan melindungi benda-benda arkeologis, bersejarah dan benda - benda berharga lainnya yang ditemukan di laut yang berada di wilayah laut nasional untuk menjadi milik negara.
(2) Pemerintah mengatur pemanfaatan benda–benda arkeologis dan bersejarah serta benda-benda berharga lainnya yang ditemukan di kawasan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai benda arkeologis, bersejarah dan benda-benda berharga yang ditemukan di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan peraturan perundang-undangan serta memperhatikan Ketentuan Hukum Internasional.
BAB VIII
PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN KELAUTAN
Bagian Kesatu
Konservasi sumber daya alam hayati di laut dan ekosistemnya
Pasal 18
(1) Pemerintah menetapkan langkah-langkah mengenai konservasi sumberdaya alam hayati di laut dan ekosistemnya sebagai sub sistem dari sistem nasional konservasi sumber daya alam hayati agar selalu terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta melekat dengan pembangunan itu sendiri
(2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum internasional dan perjanjian-perjanjian internasional.
Bagian Kedua
Pengelolaan Lingkungan Kelautan
Pasal 19
(1) Pemerintah menetapkan pengelolaan lingkungan kelautan sebagai sub sistem dari sistem nasional lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan lingkungan kelautan yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pengelolaan lingkungan kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang–undangan dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
BAB IX
PEMANTAUAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA ALAM DI LAUT
Pasal 20
(1) Pemerintah menyelenggarakan suatu Sistem Pemantauan dan Penanggulangan bencana alam di laut serta rehabilitasinya sebagai sub sistem dari sistem pencegahan dan penanggulangan bencana alam nasional.
54
Draft RUU XVII (revisi 14)
(2) Dalam melaksanakan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) Pemerintah dapat menggalang suatu kerjasama regional dan atau internasional.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem pemantauan dan penanggulangan
bencana alam di laut serta rehabilitasinya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan peraturan perundang-undangan.
BAB X
TATANAN HUKUM KELAUTAN
Pasal 21
(1) Pemerintah mengatur penataan hukum kelautan baik aspek publik maupun aspek perdata, dalam suatu sistem unifikasi dan kodifikasi nasional dengan memperhatikan hukum internasional yang berlaku dan mengintegrasikan ketentuan - ketentuan hukum, materi dari Konvensi-Konvensi Internasional yang telah diratifikasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan, pengembangan dan penegakan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
SUMBERDAYA MANUSIA DAN BUDAYA KELAUTAN
Bagian Kesatu
Pendidikan dan Pelatihan Kelautan
Pasal 22
(1) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan Kelautan yang dilaksanakan sejak usia dini untuk menjadikan masyarakat dan bangsa memiliki budaya kelautan dan ketrampilan serta keahlian di bidang kelautan yang berdaya saing yang merupakan jati diri dari masyarakat, bangsa dan negara kepulauan berciri Nusantara.
(2) Penyelenggaraan pendidikan kelautan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, baik melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dan pelatihan.
(3) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Budaya Kelautan
Pasal 23
(1) Pemerintah melestarikan dan mengembangkan budaya kelautan yang diwujudkan dalam bentuk fisik kelautan, sistem sosial dan sistem nilai budaya, sebagai bagian dari sistem kebudayaan nasional .
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai budaya kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.
55
Draft RUU XVII (revisi 14)
BAB XII
PEMBANGUNAN KELAUTAN
Bagian Kesatu
Kebijakan Kelautan
Pasal 24
(1) Pemerintah merencanakan pembangunan kelautan yang merupakan sub sistem dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dengan memperhatikan keterpaduan antar sektor.
(2) Pemerintah menetapkan Kebijakan Kelautan (Ocean Policy) sebagai dasar untuk menyusun Rencana Pembangunan Kelautan Jangka Menengah.
Bagian Kedua
Dewan Kelautan Indonesia
Pasal 25
(1) Pemerintah membentuk Dewan Kelautan Indonesia yang merupakan Pusat Koordinasi dari Departemen–departemen dan Intansi–instansi serta pihak–pihak terkait bagi penetapan kebijakan umum di bidang kelautan.
(2) Dalam melaksanakan tugas, Dewan Kelautan Indonesia menyelenggarakan fungsi:
a. Merumuskan kebijakan kewilayahan nasional, eksplorasi, pemanfaatan dan pelestarian dan perlindungan di bidang kelautan dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan.
b. Memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai hal-hal tersebut diatas dan hal-hal lain atas permintaan Presiden.
c. Melakukan koordinasi dengan lembaga terkait, baik pemerintah maupun non pemerintah dalam rangka keterpaduan kebijakan dibidang kelautan.
d. Mengevaluasi kebijakan di bidang kelautan.
e. Memberikan pemecahan masalah-masalah dalam bidang kelautan.
(3) Dewan Kelautan Indonesia diketuai oleh Presiden R.I. ketua harian dijabat oleh Menteri di bidang kelautan dan dibantu oleh para Menteri di bidang yang terkait, pakar kelautan dan sekretariat.
(4) Pengaturan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
OTONOMI DAERAH
Pasal 26
(1) Pemerintah daerah bersama-sama dengan Dewan Kelautan Daerah dan masyarakat menyusun rencana pembangunan kelautan daerah.
(2) Pemerintah daerah menyediakan data dan informasi kelautan bagi pemangku kepentingan dan masyarakat .
56
Draft RUU XVII (revisi 14)
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai otonomi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dan (2) diatur dalam Undang – undang.
BAB XIV
PENEGAKAN HUKUM DI LAUT
Bagian Kesatu
Penjaga laut
Pasal 27
(1) Pemerintah menyelenggarakan fungsi–fungsi penegakan hukum di laut yang meliputi: angkutan, keselamatan kapal, kenavigasian, kepabeanan, keimigrasian, kesehatan, karantina, pencemaran laut, dan tindak pidana di laut.
(2) Pelaksanaan penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penjaga laut yang merupakan otoritas nasional, memiliki kewenangan operasional penuh, terpadu dan dalam satu komando.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Pengadilan Kelautan
Pasal 28
(1) Pelanggaran dan atau perselisihan atas ketentuan-ketentuan hukum di semua perundang-undangan kelautan yang berlaku diselesaikan oleh Pengadilan Kelautan yang berada di lingkungan peradilan umum.
(2) Hak dan kewenangan Pengadilan Kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
(1) Badan atau lembaga lain yang disyaratkan oleh Undang-Undang ini harus dibentuk selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Sebelum terbentuknya badan atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), badan atau lembaga yang sudah ada tetap berfungsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 30
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Undang–undang maupun peraturan di bidang kelautan yang sudah ada dinyatakan tetap berlaku selama peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini belum dikeluarkan dan sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
57
Draft RUU XVII (revisi 14)
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ………………
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. H. SOESILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …………..
MENTERI KEHAKIMAN DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. HAMID AWALUDIN
58
Draft RUU XVII (revisi 14)
PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN … TENTANG KELAUTAN
I. UMUM
Pada saat diproklamasikan laut teritorial negara Republik Indonesia lebarnya 3 (tiga) mil laut diukur dari garis air terendah. Akibatnya, antara pulau Jawa dan Sumatera yang lebarnya lebih dari 6 mil laut, terdapat laut bebas. Artinya kapal-kapal perang asing dapa bebas berlalu lalang di perairan tersebut. Dengan Deklarasi Djuanda tahun 1957, nera Republik Indonesia menyatakan bahwa laut teritorialnya lebarnya 12 mil laut diukur dari garis yang menghubungkan ujung-ujung terluar kepulauan indonesia. Dengan Deklarasi ini terwujud kesatuan wilayah Indonesia.
Konsep negara ekpulauan yang dijadikan dasar penetapan garis dasar, diperjuangkan pada Konverensi Hukum Laut. Pertama kali diadakan di Jenewa tahun 1958. Konverensi ini gagal menetapkan lebar laut teritorial. Koverensi kedua diadakan juga di Jenewa pada tahun 1960. Konverensi ini dimanksudkan untuk menyelesaikan masalah yang belum terpecahkan dalam konverensi pertama, khususnya mengenai lebar laut teritorial. Pada waktu itu negara-negara menetapkan lebar laut teritorial beragam antara 3 mil hingga 200 mil laut.
Baru pada sidang ke-12 di Caracas, Konverensi yang ketiga yang diselenggarakan dari tahun 1973 hingga tahun 1982, Konverensi berhasil menyepakati Konverensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Lsut (UNCLOS). Dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 1985, konvensi tersebut disahakan oleh Presiden Republik Indonesia.
Dengan mengesahkan UNCLOS, maka wilayah perairan Indonesia yang meliputi laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalam menjadi 3,1 juta km2. Sedangkan luas Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) adalah 2,7 km2. potensi sumberdaya alam hayati dan non-hayati yang terkandung baik dalam wilayah perairan Indonesia maupun ZEEI sangat besar.
Kelautan meliputi berbagai sektor seperti: perhubungan laut, perikanan, sumberdaya manusia, penelitian dan pengembangan, dan lain-lain. Memenuhi berbagai tuntutan kebutuhan, berbagai undang-undang yang mengatur kelautan seperti: perikanan, pelayaran, telah diberlakukan. Namun kelautan belum pernah diatur secara terpadu.
Undang-undang tentang Kelautan ini diharapkan dapat memadukan pengelolaan laut melalui perencanaan pembangunan kelautan yang merupakan bagian dari perencanaan pembangunan nasional dan penegakan hukum oleh satu badan. Perencanaan pembangunan kelautan didasarkan pada sasaran seberapa besar peran kelautan dalam pendapatan nasional. Kemudian sasaran tersebut dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran sektor kelautan.
Berbagai instansi seperti: TNI Angkatan Laut, Kepolisian Republik Indonesia, Bea dan Cukai, Kesehatan, dan lain-lain, menangani penegakan hukum di laut. Telah lebih dari
59
Draft RUU XVII (revisi 14)
30 tahun penegakan hukum di laut dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Namun ternyata bahwa penanganan oleh badan koordinasi tersebut tidak efektif. Oleh karenanya penegakan hukum di laut dilaksanakan oleh badang tunggal yang disebut Penjaga Laut yang melaksanakan seluruh aspek penegakan hukum di laut. Berbagai pelanggaran dan perselisihan atas ketentua-ketentua hukum di laut perlu diselesaikan oleh Pengadilan Kelautan yang berada dalam lingkungan Peradilan Umum. Dilihat dari strukturnya seharusnya undang-undang kelautan merupakan undang-undang pokok. Namun karena sesuai undang-undangn Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bentuk undang-undang pokok tidak ada lagi, maka meskipun tidak dinyatakan sebagai undang-undang pokok. Namun Undang-undang Kelautan merupakan rujukan bagi undang-undang yang mengatur sektor-sektor laut tertentu. Berbagai hal telah diatur secara nasional seperti: Sistem Pendidikan Nasional, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Sistem Nasional Penelitian Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pengaturnya di bidang kelautan yaitu: Sistem Pendidikan Kelautan, Sistem Perencanaan Pembangunan Kelautan, Sistem Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan, dan lain-lain, perlu diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-undang Kelautan ini meliputi pengaturan dan pengelolaan kelautan Indonesia yaitu tentang:
a. Kedaulatan dan Hak Berdaulat Negara di laut dalam Yurisdiksi Nasional dan Keikutsertaan dalam Pemanfaatan di Laut Bebas dan Kawasan.
b. Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan.
c. Tata Ruang Kelautan.
d. Pemanfaatan dan Pendayagunaan Laut.
e. Perlindungan dan pelestarian Lingkungan Laut.
f. Perlindungan dan Penanggulangan Bencana Alam di Laut.
g. Tatanan Hukum Kelautan.
h. Sumberdaya Manusia dan Budaya Kelautan.
i. Pembangunan Kelautan.
j. Otonomi Daerah.
k. Penegakan Hukum Laut.
II. Pasal demi pasal Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2
Pengaturan dan pengelolaan kelautan Indonesia adalah pengaturan dan pengelolaan mengenai laut dimana Negara memiliki hak dan kewenangan sepenuhnya untuk melakukan pengaturan atas wilayah laut yang berada di bawah kedaulatan negara
60
Draft RUU XVII (revisi 14)
yaitu Perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan, dan Laut Teritorial Indonesia, ditambah dengan wilayah laut yang berada dibawah hak berdaulat dan yurisdiksi yaitu wilayah laut dimana negara mempunyai kewenangan yang terbatas antara lain di bidang bea cukai, imigrasi, fiskal, dan kesehatan kelautan, yang meliputi Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen.
Pasal 3 Yang dimaksud dengan “Asas tanggung jawab negara” adalah sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, yaitu Pasal 33 ayat (2) menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pengertian dikuasai ini bukan dimiliki tetapi mengelola sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab negara. Ada 4 unsur dalam sebuah negara, yaitu Pemerintahan, Rakyat, Wilayah, dan Hubungan Internasional. Dalam hal asas tanggung jawab negara terhadap persoalan kelautan menunjuk pada pemerintahan karena negara sebagai konsep abstrak, sehingga tanggung jawabnya dilaksanakan oleh pemerintah. Pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk mengelola laut sebagai bagian dari bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Asas tanggung jawab negara juga menunjuk pada hasil-hasil Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia tahun 1972 di Stockholm, yang salah satu hasilnya adalah Deklarasi Stockholm yang terdiri dari 27 Prinsip, yang salah satunya adalah Prinsip 21 yang berbunyi “State have, in accordance with the Charter of the United Nations and the principles of international law, the sovereign right to exploit their own resources pursuant to their own environmental and developmental policies and the responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or control do not cause damage to the environment of other States or of areas beyond the limits of national jurisdiction.” Prinsip 21 Deklarasi Stockholm ini dijadikan Prinsip 2 Deklarasi Rio 1992 yang menunjukkan pentingnya ketentuan tersebut, meskipun prinsip tersebut berdimensi internasional, tetapi penerapannya dapat bersifat nasional bahwa suatu negara mempunyai tanggung jawab untuk mengelola sumber daya alam nasionalnya sekaligus melestarikannya. Sedangkan menurut penjelasan Pasal 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, asas tanggung jawab negara adalah negara menjamin bahwa pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat baik generasi masa kini maupun generasi mada depan. Di lain pihak, negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap wilayah yurisdiksi wilayah negara lain serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara. Pelaksanaan tanggung jawab negara oleh pemeintah dan rakyat merupakan unsur terpenting berjalannya konsep pembangunan berkelanjutan. Asas pembangunan berkelanjutan mulai banyak dibahas bermula dari Laporan Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan (the World Commission on Environment and Development) tahun 1987 atau Laporan ini dikenal dengan Laporan Brundtland (Brundtland Report, Brundtland adalah mantan Perdana Menteri Nowegia)
61
Draft RUU XVII (revisi 14)
yang berjudul Our Common Future (Masa Depan Kita Bersama) yang kemudian menjadi bacaan wajib bagi semua semua pihak yang peduli terhadap lingkungan hidup global. Dalam Laporan tersebut berintikan keharusan setiap negara menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yang menyatakan bahwa “Sustainable Development means development that meets the needs of the present generations without compromising the ability of future generations to meet their own needs”. Maksudnya adalah bahwa pembangunan berkelanjutan menjamin kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang, yaitu sumber daya alam yang ada sekarang ini dimanfaatkan untuk generasi sekarang dan mendatang, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan di masa sekarang saja, tetapi jauh ke dapan untuk anak cucu generasi yang akan datang, sehingga penggunaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan harus menerapkan asas pembangunan berkelanjutan. Sebenarnya istilah sustainable development sudah ada sebelum tahun 1987, yaitu yang terdapat dalam prinsip-prinsip Deklarasi Stockholm tahun 1972 dan rekomendasinya. Konferensi Stockholm tahun 1972 dilanjutkan dengan Konferensi PBB tentang Pembangunan dan Lingkungan tahun 1992 di Rio de Janeiro yang menghasilkan berbagai dokumen penting di bidang lingkungan dan pembangunan yang kemudian dijadikan standard internasional untuk mengintegrasikan pembangunan dengan lingkungan terutama oleh negara-negara maju. Salah satu hasil dari KTT Bumi 1992 itu adalah Deklarasi Rio yang merupakan bentuk penyempurnaan dari Deklarasi Stockholm. KTT Bumi 1992 ini menimbulkan dampak yang sangat signifikan terhadap tumbuhnya kesadaran masyarakat internasional (negara) untuk peduli terhadap perlindungan lingkungan global, termasuk kesadaran lingkungan di Indonesia, yaitu hampir semua aspek sekarang harus menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia tidak terancam rusak. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 banyak mengadopsi ketentuan internasional tersebut, misalnya Pasal 1 angka 3 bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terenca yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Oleh karena itu, undang-undang kelautan ini mengharuskan semua kegiatan di bidang kelautan menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan agar kekayaan alam yang terkandung di laut kita itu bukan untuk dinikmati oleh generasi sekarang tetapi juga untuk generasi mendatang, sehingga pemanfaatan, eksplorasi, eksploitasi sumber daya laut tidak boleh dihabiskan tetapi dilestarikan. Bahkan asas pembangunan berkelanjutan sudah diadopsi dalam UUD 1945, yaitu Pasal 33 ayat (3) bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, asas keberlanjutan mengandung makna setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang
62
Draft RUU XVII (revisi 14)
dan terhadap sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlenjutkan pembangunan. Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan menunjukkan adanya tanggung jawab negara.
Asas keterpaduan menunjukkan adanya pengintegrasian dan kesinergisan kebijakan dan pelaksanaan berbagai sektor pemerintahan pada semua tingkat pusat, pemerintahan daerah, juga termasuk keterpaduan antara kegiatan ekosistem darat dan ekosistem laut. Asas keterpaduan ini berarti menghilangkan kepentingan/arogansi sektor, tetapi membangun tanggung jawab bersama dalam mengelola sumber daya kelautan bagi kepentingan bangsa dan negara. Asas kehati-hatian merupakan asas yang sudah diakui dan diterapkan secara internasional terutama di negara-negara maju dengan menggunakan metode dan teknologi maju. Prinsip ini diambil dari Prinsip 15 Deklarasi Rio 1992 yang berbunyi : “ In order to protect the environment, the precautionary approach shall be widely applied by States accoding to their capabilities”, yaitu bahwa untuk melindungi lingkungan hidup, pendekatan kehati-hatian harus diterapkan oleh negara sesuai dengan kemampuanya. Prinsip kehati-hatian sudah dikembangkan dan diterapkan dalam Konvensi PBB tentang Keanekaragaman hayati tahun 1992. Asas ini dilaksanakan dalam proses AMDAL sebagaimana sudah diterapkan di Indonesia, meskipun tampaknya belum dilakukan secara sempurna, misalnya kasus penggalian pasir laut di Riau ternyata mengakibatkan kerusakan lingkungan laut, dan contoh lain, Amdal proyek reklamasi pantai utara Jawa. Kalau tidak menerapkan prinsip kehati-hatian, maka akan mengakibatkan kerusakan yang luar biasa bagi ekosistem darat dan laut. Oleh karena itu, pembangunan di bidang kelautan, misalnya hotel-hotel sebagai sarana dan prasarana wisata bahari atau eksplorasi dan eksploitasi mutlak harus menerapkan asas kehati-hatian agar sumber daya kelautan tidak rusak/tercemar. Demikian dalam soal investasi di bidang kelautan. Asas kemandirian harus memberdayakan kemampuan yang ada dan berusaha keras untuk tidak bergantung pada bantuan negara lain, sebab menerima bantuan negara atau pihak lain akan mengakibatkan kerugian bagi kepentingan nasional. Oleh karena itu, pembinaan sumber daya manusia harus terus-menerus dilakukan. Jangan sampai kekayaan laut yang melimpah itu dinikmati oleh pihak asing. Kemandiriaan harus mengembangkan capacity-building dan tekad yang kuat dari pemerintah dan semua pihak agar sumber daya laut memberikan manfaat optimal bagi kesejahteraan bangsa.
Asas pengelolaan berbasis ekosistem dan ekologis bahwa suatu kegiatan oleh satu sektor atau oleh masyarakat akan menimbulkan dampak bagi kegiatan lain, misalnya kegiatan yang dilakukan di darat tanpa perhitungan dengan baik akan menimbulkan dampak negatif bagi kualitas di laut. Asas ini tidak beda dengan asas keterpaduan . Penebangan hutan secara sembarangan dipastikan akan mengakibatkan banjir atau
63
Draft RUU XVII (revisi 14)
rusak ekosistem lain, yaitu ekosistem laut. Demikian juga suatu kegiatan harus memperhatikan pertimbangan ekologis karena saling terkait.
Asas kepentingan nasional sebagai pengganti asas cabotage karena asas Cabotage dikenal dalam pelayaran yang merupakan asas dibidang pelayaran yang sekarang ini ditangai oleh Direktoral Perhubungan Laut Departemen Perhubungan. Apabila asas ini akan dicakup dalam undang-undang ini, maka perlu dipertimbangkan pula untuk mencakup asas-asas sektoral lainnya. Oleh karena itu, penggunaan istilah Cabotage, diusulkan supaya digunakan istilah “prioritas kepentingan nasional” melakukan pembangunan di bidang kelautan ini. Selama memang masih mampu, kepentingan nasional harus diprioritaskan. Asas berkeadilan ini berhubungan erat dengan asas peran serta masyarakat, di mana masyarakat harus menikmati sumber daya kelautan. Artinya keadilan harus dilaksanakan, jangan sampai mereka yang memiliki modal yang mampu menguasai sumber daya kelautan, sementara masyarakat yang tinggal di sekitar laut tidak mendapatkannya. Di lain pihak, masyarakat juga harus bekerja keras untuk terlibat dalam membangun sumber daya laut tersebut, sehingga terjadi keseimbangan yang pada akhirnya akan tercapai kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Pasal 4 Butir 1
Cukup jelas
Butir 2
Cukup jelas Butir 3
Cukup jelas
Butir 4
Yang dimaksud dengan “mengembangkan budaya dan atau pengetahuan kelautan” adalah merubah paradigma pembangunan berorientasi darat (landbased oriented) ke pembangunan berorientasi kelautan (marinebased oriented).
Butir 5 Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1) Undang –undang yang dimaksud adalah Undang –undang no: 6
tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Pasal 5 Ayat (2)
Undang – undang yang dimaksud adalah Undang – undang no: 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif dan Undang – undang no: 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen. Zona tambahan meliputi kepabeanan, keimigrasian, perpajakan dan sanitasi. Undang – undang no: 1 tahun 1973 yang didasarkan pada Konvensi Hukum Laut PBB yang pertama perlu disesuaikan dengan
64
Draft RUU XVII (revisi 14)
Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982. Zona tambahan belum diatur dengan peraturan perundang – undangan.
Pasal 5
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1) Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (2)
Batas dengan negara tetangga belum seluruhnya dituangkan
dalam peraturan perundang – undangan.
Pasal 6
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1) Walaupun Indonesia tidak mempunyai kedaulatan atau hak berdaulat di laut lepas dan di International Sea Bed Area, namun Indonesia mempunyai kepentingan-kepentingan atas kawasan laut / samudera tersebut, terutama untuk ikut memanfaatkan kekayaan alamnya (perikanan, energi, dan mineral) dan ruangnya (pelayaran) serta lingkungannya karena sangat erat kaitannya dengan pengelolaan dan konservasi kekayaan alam di Indonesia di ZEE, Landas Kontinen dan Perairan-perairan yang berada di bawah kedaulatan dan hak-hak berdaulatnya. Dasar laut samudera di luar landas kontinen suatu negara dikelola oleh International Sea Bed Authority (ISBA) di Jamaika. Kewenangannya mencakup memberi ijin explorasi dan eksploitasi kekayaan alam di dasar laut dan tanah di bawahnya, baik mineral maupun bodyversity yang ada di dasar laut.
Pasal 7
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan meliputi eksplorasi lingkungan laut, dan penyelenggaraan penelitian dasar dan penelitian terapan untuk meningkatkan pemahaman tentang biologi, kimiawi, fisika dan geologi laut dan pantai, proses dan interaksi laut dan pantai dengan hidrologi, cuaca, serta pengaruh laut dan pantai terhadap masyarakat dan komunitas di lingkungan-
65
Draft RUU XVII (revisi 14)
lingkungan serta pengembangan metodologi dan instrumen untuk meningkatkan pemahaman tentang laut.
Pasal 8
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8 Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (6) Undang-Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi.
Pasal 9 Ayat (1) Bank Data Kelautan dikelola oleh Badan Riset Kelautan.
Pasal 9
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9 Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (4)
Undang – undang yang dimaksud adalah Undang – undang no: 24
Tahun 1992 tentang Penataan ruang
66
Draft RUU XVII (revisi 14)
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan berbagai upaya adalah baik yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun para pelaku usaha dalam bidang keuangan / pendanaan, sarana prasarana pengembangan SDM, pemasaran, dan lainnya.
Pasal 12
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (4)
Undang – undang yang dimaksud adalah Undang – undang no: 31
tahun 2004 tentang Perikanan.
Pasal 13
Ayat (1)
Untuk mewujudkan armada pelayaran nasional pemerintah wajib menegakkan asas kabotage secara konsekuen, memberikan insentif fiskal, mengembangkan sistem pendanaan jangka panjang, mengoptimalkan sistem dan manajemen pelabuhan, memberikan prioritas tinggi untuk pengembangan industri galangan kapal, memperjuangkan “terms of trade“ di bidang angkutan ekspor impor yang memberikan peluang yang adil bagi pelayaran nasional, membangun sekolah-sekolah pelaut yang unggul dan berdaya saing (central of excelencies), dan memberdayakan pelayaran rakyat.
Pelayaran sebagai salah satu moda transportasi diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan dengan mengutamakan dan melindungi pelayaran nasional, dalam rangka menunjang , menggerakkan dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional, memantapkan perwujudan wawasan nusantara serta memperkokoh ketahanan nasional. Terkait dengan pelayaran, Pemerintah juga melakukan pengaturan untuk mengembangkan sistem navigasi dan kepelabuhanan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat berdasarkan Sistem Transportasi Nasional (STN) dengan memperhatikan kelaziman praktek dan ketentuan hukum internasional yang berlaku
Selain itu, didalam pelaksanaannya di lapangan, Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menetapkan peraturan perundangan nasional berkenaan
67
Draft RUU XVII (revisi 14)
dengan hak lintas-damai bagi kapal asing di laut territorial dan laut kepulauan (archipelagic waters), hak lintas-transit bagi kapal asing di Selat yang digunakan untuk pelayaran / navigasi internasional, skema pemisah lalu-lintas kapal, keselamatan pelayaran, navigasi dan pencegahan pencemaran laut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hukum laut internasional dan hukum internasional lainnya yang berlaku.
Pasal 13
Ayat (2)
Di bidang pelayaran, pada umumnya negara mempunyai fungsi-fungsi : sebagai Negara Pelabuhan (port state), sebagai negara pantai (coastal state) dan sebagai Negara bendera (flag state). Ketiga fungsi tersebut mengendung aspek publik, aspek keperdataan dan aspek ekonomi. Oleh karena itu dalam mengatur bidang pelayaran, ketiga aspek tersebut perlu mendapatkan pengaturannya yang merujuk kepada Undang-undnag ini. Karena bidang pelayaran aspek-aspek hukum internasionalnya cukup dominan, maka pengaturan bidang pelayaran harus memperhatikan norma-norma hukum internasional sebagaimana tercantum dalam konvensi-konvensi internasional dan kebiasaan-kebiasaan dalam praktek pelayaran.
Yang dimaksud aspek publik antara lain : peraturan-peraturan yang berkaitan dnegan perjanjian pengangkutan di laut dengan segala jenisnya, asuransi laut, hak jaminan atas kapal dan klaim-klaim maritim. Yang dimaksud dengan aspek ekonomi yaitu peraturan-peraturan yang ditujukan melindungi dan mengembangkan armada niaga nasional termasuk pelayaran rakyat, antara lain peraturan-peraturan yang berkaitan denan azas cabotage, pangsa muatan (fairshare), pengutamaan muatan (cargo preference), subsidi pemerintah baik aspek teknis maupun aspek operasional. Pengaturan di bidang pelayaran tersebut di atas merupakan sub sistem dari sistem transportasi nasional yang ditata secara dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan di masa depan.
Dalam melaksanakan pengembangan sistem pelayaran seperti yang dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan berbagai kebijakan dan peraturan dibidang perdagangan,keuangan termasuk perpajakan, perhubungan, perindustrian, energi dan sumber daya mineral serta pendidikan dan latihan yang pokok-pokok pengaturannya ditetapkan dalam satu Undang-undang.
Undang – undang yang dimaksud adalah Undang – undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
Pasal 14
Ayat (1)
Sedimen-sedimen di bawah laut dan kondisi geografi kelautan mengandung potensi yang besar untuk dapat dikembangkan sebagai energi alternatif non konvensional dan termasuk sumberdaya kelautan non hayati yang dapat diperbaharui yang memiliki potensi untuk dikembangkan di kawasan pesisir dan lautan Indonesia. Jenis energi kelautan yang berpeluang dikembangkan adalah:
68
Draft RUU XVII (revisi 14)
energi gelombang, energi pasang surut dan arus, energi angin, energi konversi perbedaan suhu dan perbedaan salinitas.
Didalam melakukan pengembangan dan pemanfaatan, pemerintah
wajib memperhatikan peraturan perundangan dan ketentuan hukum laut internasional dan atau perjanjian-perjanjian internasional dengan Negara atau lembaga internasional yang berlaku.
Pasal 14
Ayat (2)
Undang – undang dimaksud adalah Undang – undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan.
Pasal 14
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Penyelenggaraan kepariwisataan kelautan dilaksanakan oleh pemerintah guna menunjang penerimaan keuangan, devisa negara, memperkenalkan dan meningkatkan kebudayaan nasional di dunia internasional serta membantu menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia.
Pemerintah mengembangkan kepariwisataan kelautan sebagai sub sistem dari sistem kepariwisataan nasional dengan memanfaatkan dan mengelola kekayaan dan keindahan laut yang diminati oleh wisatawan dalam dan luar negeri serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi berdasarkan tata ruang wilayah dilaksanakan dengan asas kelestarian, berkelanjutan, keterpeliharaan, memperhatikan aspek ekologis kawasan dan melibatkan peran serta masyarakat adat, masyarakat lokal, dan masyarakat pesisir sebagai pemangku kepentingan.
Untuk mewujudkan Indonesia sebagai salah satu tujuan wisata dunia, antara lain pemerintah mengkoordinasikan dan memfasilitasi upaya, antara lain:
1. Memberikan kemudahan kapal-kapal/ perahu pariwisata ke dan dari laut Indonesia (cruising approval for Indonesian territory) sehingga tercipta laut Indonesia “terbuka” bagi wisatawan.
2. Memudahkan pengurusan kepabeanan, imigrasi, kepelabuhanan, dan karantina pada pelabuhan umum / khusus;
3. Membangun kerjasama antar daerah dalam mengembangkan rangkaian kegiatan dan rangkaian kawasan tujuan wisata.
4. Mengembangkan armada kapal-kapal pariwisata yang berbasis di Indonesia.
5. Mendorong pengembangan usaha kepariwisataan di dalam dan diluar negeri di bidang produksi, pemasaran, keuangan, sarana prasarana, SDM dan lainnya.
Sarana dan prasarana dari penyelenggaraan kepariwisataan kelautan dimaksud pada ayat (1) diatas, meliputi diantaranya kapal-kapal, pesawat terbang wisata, pelabuhan-pelabuhan, bandara khusus, perhotelan, agen perjalanan, jaringan 69
Draft RUU XVII (revisi 14)
dan media pemasaran, moda dan sistem transportasi, sumberdaya manusia pelaksana yang terlatih dan handal, keimigrasian, kesehatan, tempat-tempat termasuk pulau-pulau dan laut objek wisata dan kondisi usaha yang kondusif, khususnya aspek kenyamanan, keamanan dan politis.
Pasal 15
Ayat ( 2)
Undang – undang dimaksud adalah Undang – undang no: 5 tahun 1984 tentang Kepariwisataan.
Pasal 16
Ayat (1)
Pengaturan pengelolaan dan pengembangan industri kelautan yang dilakukan oleh Pemerintah adalah bertujuan untuk menunjang pembangunan nasional yang lebih berorientasi kepada dan berwawasan kelautan sesuai dengan kondisi geographis NKRI , guna dapat melaksanakan pemberdayaan dan pemanfaatan kelautan dan sumberdaya alam yang terkandung didalamnya dengan teknologi kelautan yang diperlukan dan tepat guna, termasuk pemanfaatan laut bebas di kawasan sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum laut internasional yang berlaku.
Industri kelautan antara lain meliputi : industri bangunan lepas pantai, perbaikan bangunan lepas pantai, industri kapal /perahu, industri motor pembakaran dalam untuk kapal, industri peralatan dan perlengkapan kapal, industri perbaikan kapal, industri pemotongan kapal, rancang bangun dan perekayasaan industri kelautan, industri pengalengan ikan dan biota laut lainnya, industri pengaraman/pengeringan ikan dan biota perairan lainnya, industri pengasapan ikan dan biota perairan lainnya, industri pembekuan ikan dan biota perairan lainnya, industri pemindangan ikan dan biota perairan lainnya, industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk ikan dan biota perairan lainnya.
Pasal 16
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (3)
Undang – undang dimaksud adalah Undang – undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Pasal 17
70
Draft RUU XVII (revisi 14)
Ayat (2)
Pemerintah mengatur, mengawasi dan melindungi benda-benda historis, arkeologis dan benda berharga lainnya termasuk kapal karam dan isi didalamnya yang terdapat di laut wilayah / yurisdiksi nasional dan di luar wilayah laut / yurisdiksi nasional, sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum laut internasional yang berlaku.
Usulan Dari Team Internasional Aset (Ina) :
(1) Semenjak proklamasi 17 Agustus 1945, semua benda arkeologis, bersejarah dan benda – benda berharga lainnya termasuk kapal karam yang berada di wilayah laut yang berada di bawah kedaulatan penuh Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah milik bangsa Indonesia dan dikuasai oleh negara.
Oleh karenanya, pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengawasi, melindungi dan mengamankan semua benda – benda arkeologis, bersejarah serta benda – benda berharga lain di wilayah laut tersebut untuk digunakan sebagai jaminan nasional sebagai jaminan kesejahteraan rakyat dan tidak boleh diperjualbelikan).
(2) Adalah tugas pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia untuk mengambil kembali seluruh dan berbagai bentuk benda – benda arkeologis, bersejarah serta benda – benda berharga yang telah berada di luar negeri maupun penguasaan perorangan atau institusi atau pemerintah asing dengan segala daya dan upaya.
(3) Temuan benda – benda arkeologis dan bersejarah serta benda – benda berharga lain yang telah berada pada perorangan dimasukan program aset sesuai dengan nilai benda tersebut. Yang merupakan bagian dari jaminan kesejahteraan rakyat atau dibeli oleh pemerintah.
(4) Sebagai Jaminan kesejahteraan rakyat, harus diinventarisir dan dipublikasikan dalam katalog harta bangsa – rakyat Indonesia secara Internasional. Pemanfaatannya melalui proses keuangan sebagai jaminan kesehatan, pendidikan, kebutuhan bahan pokok rakyat dan infrastruktur dasar (energi, penerangan, komunikasi, transportasi) di pedesaan seluruh Indonesia.
(5) Pengaturan dan realisasi sebagai jaminan kesejahteraan rakyat diatur oleh Pemerintah dan pertanggungan jawabnya harus jelas.
(6) Pelanggaran atas ketentuan ini serta pemilikan yang tidak sah merupakan tindak pidana melawan amanat pembukaan UUD’45 dan pengkianatan terhadap seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.
(7) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) s/d (7) diatas, diatur dengan peraturan perundangan dan memperhatikan perjanjian hukum-hukum terkait sepanjang untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Undang – undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda cagar budaya.
71
Draft RUU XVII (revisi 14)
Benda cagar budaya adalah :
a. benda buatan manusia, beergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok atau bagian – bagiannya atau sisa – sisanyaaa yang betrumur sekurang – kurangnya 50 ( lima puluh ) tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang kurangnya 50 ( lima puluh _ tahun serta dianggarap mempunyai nila penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
b. benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dana kebudayaan.
United Nation Convention On The Law Of The Sea 1982 :
Semua benda – benda purbakala dan yang mempunyasi nilai sejarah yang ditemukan di kawasan harus dipelihara atau digunakan untuk kemanfaatan umat manusia sebagai suatu keseluruhan, dengan memperhatikan secara khusus hak – hak yangdidahulukan dari negara asal atau negara asal kebudayaan atau negara asal kesejarahan dan asal kepurbakalaan.
Pasal 18
Ayat (1)
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan
melaui tiga kegiatan:
a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan.
b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Undang–undang dimaksud adalah Undang–undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
Pasal 18
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Dalam rangka penyusunan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup kelautan wajib diperhatikan secara rasional dan proporsional potensi, aspirasi dan kebutuhan serta nilai – nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, misalnya perhatian terhadap masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya berfungsi pada sumber daya alam yang terdapat disekitarnya.
Undang–undang dimaksud adalah Undang–undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 19
Ayat (2)
72
Draft RUU XVII (revisi 14)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Belajar dari peristiwa – peristiwa bencana alam di laut yang terjadi baik yang dapat diprediksi maupun yang tidak dapat dipredikasi yang sifatnya sangat masif , luar biasa dan berdampak sangat destruktif, diantaranya tsunami, maka pemerintah wajib untuk memiliki suatu ketentuan hukum yang mengatur tentang pemantauan, penanggulangan dan rehabilitasinya serta sistem prosedur pelaksanaannya yang efisian dan efektif.
Sistem tersebut antara lain dengan cara menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan termasuk peralatan, perlengkapan yang berteknologi tepat guna dan hasil uji-coba, membuat petunjuk teknis dalam keadaan darurat (Contingency Plan), sistem peringatan dini, penyediaan sumberdaya manusia yang ahli, terlatih, sistem pengamanan lingkungan dan pengaturan logistik.
Termasuk klasifikasi bencana alam di laut , diantaranya yang utama adalah bencana Tsunami , Badai Alam yang sangat destruktif dan malapetaka laut yang sifatnya dahsat (massive / catastrophic / imminent danger) sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum laut internasional yang berlaku dalam sistem pendidikan dan latihan yang meliputi aspek teknis dan non teknis serta penyediaan dana keuangan yang memadai.
Ilmu yang dipelajari dalam Sistem pendidikan, pelatihan yang diperlukan untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang handal, terampil dan ahli dibidang ilmu kelautan antara lain meliputi : oceanologi, vulcanologi, geologi, biologi kelautan, hydrography, meteorologi, prosedur dan mekanisme pemantauan, penanggulangan bencana alam di laut.
Pasal 20
Ayat (2)
Pemerintah melakukan kerjasama dengan Negara lain, Lembaga Internasional yang telah mempunyai teknologi, pengalaman, peralatan, perlengkapan yang diperlukan dan memanfaatkan bantuan teknik dan pendanaan dari lembaga internasional yang berwenang.
Pasal 20
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Hukum kelautan mempunyai aspek Perdata dan Pidana yang selama ini masih tertinggal dan kurang mendapat perhatian, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Demikian juga hukum-hukum positif dibidang kelautan yang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan, perlu diperbaharui. Melalui Undang-undang tentang Kelautan ini diharapkan hukum diatas dapat ditata, diperbaharui dan dikembangkan di kedua aspek. Hal-hal tersebut tentunya dengan memperhatikan ketentuan hukum internasional di bidang kelautan.
73
Draft RUU XVII (revisi 14)
Pasal 21
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Sesuai dengan geographis Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia, maka pendidikan, pelatihan tentang kelautan dan aspek budaya kelautan perlu diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah .
Pasal 22
Ayat (2)
Undang – Undang yang dimaksud adalah Undang – undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional melalui Pendidikan dan Pelatihan. Jalur, jenjang dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat.
Yang dimaksud jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi , keagamaan dan khusus.
Pasal 22
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Indonesia sebagai Negara kepulauan selayaknya menjadi rujukan utama pembangunan karakter dan budaya bangsa.
Kebudayaan pada hakekeatnya adalah segalka kemampuan manusia dalam melahirkan konsep, ide, gagasan dan perilaku yang
menghasilkan sejumlah system nilai (intangible) dan benda (tangible) yang dijadikan sebagai acuan dalam menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian kebudayaan yang terdiri atas 4 wujud yaitu : kebudayaan fisik, system social, system budaya dan nilai budaya perlu dikembangkan.
Budaya bahari fisik umpamanya meliputi : kapal/perahu serta peralatan penangkap ikan. Nilai budaya bahari adalah mentalitas yang menentukan perilaku, cara berfikir yang mencerminkan jiwa bahari.
Pasal 23
Ayat (2)
Cukup jelas
74
Draft RUU XVII (revisi 14)
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (2)
Kebijakan kelautan (ocean policy) adalah kebijakan nasional yang merupakan pokok-pokok kebijakan perencanaan dan pembangunan kelautan yang menjabarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang tentang Kelautan yang selanjutnya dijadikan dasar bagi penyusunan berbagai program operasional di bidang kelautan. Adapun rencana pembangunan kelautan jangka menengah dilakukan tiap lima tahun.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Daerah dapat membentuk Dewan Kelautan Daerah dengan anggota antara lain pemangku kepentingan dan masyarakat kelautan di daerah tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Berbagai lapisan dan lingkungan masyarakat yang berkepentingan dengan kelautan seperti masyarakat nelayan, pelaut, pengusaha di bidang berbagai industri kelautan perlu di dengar dan diikutsertakan dalam penyusunan, perencanaan, penyelenggaraan dan pengawasan pembangunan kelautan di daerah tersebut .
Pasal 26
Ayat (2)
Bank Data Kelautan Daerah diatur, dikembangkan dan dipelihara oleh Pemerintah Daerah guna dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di daerah termasuk untuk kepentingan kegiatan pemberdayaan dan pemanfaatan sumberdaya alam laut diwilayahnya.
Pasal 26
Ayat (3)
Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Pasal 27
Ayat (1)
Undang – Undang memberikan kepada beberapa Instansi Pemerintah dan aparat keamanan sebuah kewenangan di wilayah laut, misalkan kepabeanan, keimigrasian, transportasi laut khususnya aspek keselamatan kapal dan navigasi,kepolisian (“Constabulary rights”), penegakan hukum dlsb , dan didalam 75
Draft RUU XVII (revisi 14)
prakteknya, hal tersebut menjadikan kewenangan yang tumpang tindih, satu dan lain hal karena karena tidak adanya sinergi diantara instansi – instansi , sehingga kerap kali menimbulkan kesan atau kondisi tidak atau kurang adanya kepastian hukum. Guna mengatasi hal ini, salah satu upaya adalah dikeluarkannya Undang-Undang tentang Kelautan ini yang mencoba untuk memberikan rujukan hukum yang mensinkronkan dan adanya keterpaduan secara nasional dalam penanganannya serta pengawasannya , maka perlu dibentuk suatu wadah yang bersifat nasional yang mempunyai kewenangan lintas intansi dan pengawasan dalam semua kegiatan-kegiatan di laut secara integral dalam wadah bernama Coast Guard.
Pasal 27
Ayat (2)
Pelaksanaan penegakan hukum di laut dilakukan secara fungsional dan profesional,secara terpadu,terkoordinasikan dengan baik dan terarah sehingga tidak menyebabkan terjadinya ketidak pastian hukum dan hal-hal yang sifatnya tumpang tindih. Inspeksi, investigasi dan penahanan kapal asing yang memasuki wilayah laut nasional atau diduga melakukan pelanggaran , dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum peraturan perundangan dan hukum laut internasional yang berlaku.
Pasal 27
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan dan memberi putusan atas permasalahan kelautan yang timbul baik bersifat perdata, publik maupun pidana, perlu dibentuk suatu Pengadilan Kelautan dalam sistem peradilan nasional.
Pasal 28
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Sebelum terbentuknya Lembaga / Otoritas yag dimaksud pada ayat (1) diatas , instansi Pemerintah yang telah ada dan berwenang tetap melaksanakan fungsi dan tugas pekerjaannya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Sebelum terbentuknya badan atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), badan atau lembaga yang sudah ada tetap berfungsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Sanksi perdata dan sanksi pidana dari setiap pelanggaran yang terjadi terhadap ketentuan-ketentuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, diatur sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum laut internasional dan hukum internasional lainny ayang berlaku termasuk sanksi sebagaimana diatur dalam Konvensi internasional tentang tanggung jawab perdata pemilik kapal, dan sanksi dalam pencemaran laut.
76
Draft RUU XVII (revisi 14)
Pemerintah dalam melaksanakan ketentuan/regime hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum laut internasional dan hukum internasional lainnya yang berlaku.
Yurisdiksi Pengadilan Kelautan yang menangani kasus-kasus pelanggaran terhadap UU Kelautan ini , diatur sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum internasiona; yang berlaku khususnya ketentuan yang mengatur tentang pilihan hukum dan cara penyelesaian/peradilan yang berwenang dan ditunjuk untuk menangani sengketa/pelanggaran yang terjadi.
Peraturan perundangan yang telah ada dan telah mengatur pula materi hukum yang sama yang diatur dalam Undang-Undang Kelautan ini, selama tidak bertentangan secara hukum , dinyatakan tetap berlaku .
Pengadilan Kelautan merupakan bagian dari sistem peradilan/pengadilan umum nasional yang para Hakimnya dapat direkrut dari para pakar/tenaga ahli hukum laut publik dan perdata baik didalam kalangan Pengadilan ataupun dari luar baik dari kalangan Universitas, Instansi/Departemen Pemerintah ataupun dari kalangan masyarakat luas.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR …... TAHUN…….
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ………………..............
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. H. SOESILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal …………..
MENTERI KEHAKIMAN DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. HAMID AWALUDIN
77

SAMBUTAN MENTERI KELAUTAN

Menteri Kelautan Dan Perikanan
SAMBUTAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
SELAKU KETUA UMUM PANITIA
PERINGATAN HARI NUSANTARA KE-10 TAHUN 2009
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam sejahtera bagi kita semua,
Tanah air kita, Indonesia adalah sebuah bentangan benua maritim suatu
kawasan laut yang ditebari pulau-pulau. Oleh karenanya kita menyebut
Indonesia sebagai negara kepulauan. Wilayah laut kita membentang seluas
5,8 juta Km2, terdiri dari 3,1 juta Km2 luas laut kedaulatan, sedangkan 2,7 juta
Km2 merupakan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif. Panjang garis pantai sekitar
95,181 km. Secara keseluruhan wilayah laut Indonesia mencapai 75,3% dari
total wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.
Posisi Indonesia yang diapit oleh dua benua Asia dan Australia, dan dua
lautan yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik menjadikan posisi
Indonesia sangat strategis baik dari segi geopolitik maupun geoekonomi.
Semakin meningkatnya peran Asia Timur dalam perekonomian dunia maka
armada kapal niaga yang melintasi perairan Indonesia semakin banyak. Oleh
karena itu kita harus menyikapi perkembangan arus jaman. Kita harus berpaling
ke laut karena laut merupakan habitat kita yang sebenarnya dan masa depan
kita berada di laut.
Kita layak berterima kasih pada gerakan reformasi di Indonesia pada
sebelas tahun yang lalu. Gerakan tersebut telah membangkitkan kesadaran dan
membuka wawasan kita tentang pentingnya sektor kelautan untuk kesejahteraan
rakyat. Melalui kelautan kita mampu membangun perekonomian nasional yang
tangguh. Dari sektor kelautan ini sedikitnya ada tujuh kegiatan ekonomi yaitu:
perikanan, wisata bahari, pertambangan bawah laut, transportasi laut, bangunan
kelautan, industri kelautan, dan jasa kelautan yang akan menggerakkan kegiatan
ekonomi yang tangguh itu berarti membangun sistem pertahanan yang kokoh
bagi negara kesatuan Republik Indonesia.
Tanggal 13 Desember 2009 adalah hari Nusantara sebagai hari Nasional
resmi walaupun tidak merupakan hari libur, sesuai Keputusan Presiden RI
Nomor 126 Tahun 2001. Hari Nusantara perlu kita peringati melalui suatu
upacara bendera, baik di semua instansi pusat maupun daerah. Ini untuk
mengingatkan bahwa kita adalah bangsa bahari dan merupakan negara
kepulauan. Pengakuan sebagai negara kepulauan bukan sesuatu yang mudah
tapi buah dari perjuangan yang panjang. Sejarah telah mencatat pada tanggal 13
Desember 1957, Pemerintah Indonesia saat itu di bawah kepemimpinan
Presiden Soekarno dengan gagah berani menyatakan kepada dunia
internasional tentang Kedaulatan Republik Indonesia yang mencakup wilayah
laut teritorial (pedalaman) adalah bagian tidak terpisahkan dari wilayah daratan.
Saudara-saudara yang terhormat,
Jika saja tidak ada “Deklarasi Djoeanda”, yang diumumkan pada tanggal 13
Desember 1957 tersebut, maka wilayah laut Indonesia hanya di sekitar pulaupulau,
sejauh tiga mil dari pantai. Artinya, di antara pulau-pulau Indonesia
terdapat laut Internasional, siapa saja boleh masuk. Pulau-pulau kita saling
terpisah, padahal laut adalah jalan kita. Ini akan membahayakan kedaulatan,
persatuan dan kesatuan bangsa.
Ir. H. Djoeanda, Perdana Menteri pada waktu itu dengan pandangan yang
visioner dan sikap gagah berani mengumumkan kepada dunia, bahwa laut kita
tidaklah sebatas itu, sebagaimana telah diatur dalam Territoriale Zee Maritiem
Kringen Ordonantie 1939 (Ordonansi tentang Laut Teritorial dan Lingkungan
Maritim). Ir. H. Djoeanda, bersama Menteri-menteri menyatakan bahwa demi
keamanan dan kesatuan, laut Indonesia adalah berada di sekitar, di antara, dan
di dalam kepulauan negara Republik Indonesia. Deklarasi tersebut pada
hakekatnya berisi konsepsi negara nusantara (nusa-antara).
Deklarasi Djoeanda menggemparkan masyarakat internasional dan tidak
langsung diterima oleh dunia. Amerika Serikat dan Australia yang merupakan
negara daratan menentangnya. Namun melalui perjuangan yang gigih dengan
diplomasi yang panjang dan alot, akhirnya konsepsi negara nusantara tersebut
diterima dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut Internasional, United
Nations Convention on the Law Of the Sea (UNCLOS) 1982.
Dengan diterimanya prinsip-prinsip wilayah laut negara kepulauan
(nusantara) tersebut, wilayah laut Indonesia bertambah luas, akibatnya
kekayaannya pun bertambah. Lebih penting lagi, wilayah Indonesia menjadi
bulat dan utuh tidak terpisah-pisah. Mensyukuri dan memperingati saja kiranya
tidak cukup. Kita harus berbuat yang lebih produktif dan bijaksana
memanfaatkan karunia pemberian Tuhan Y.M.E berupa negara kepulauan. Ada
tiga agenda ke depan yang harus segera dilakukan. Pertama membuat
Kebijakan Kelautan Nasional (National Ocean Policy) yang payung hukum dan
roadmap untuk arah pembangunan nasional sektor kelautan; Kedua menyiapkan
Kebijakan Ekonomi Kelautan Nasional (National Ocean Economic Policy),
kebijakan ini merupakan roadmap yang menuntun penggunaan dan
pemanfaatan Ocean Resources (sumberdaya kelautan) yang didedikasikan
untuk kepentingan nasional yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan
rekyat; dan ketiga adalah Tata Kelola yang baik untuk kelautan (Ocean
Governance). Ocean Governance ini merupakan panduan atau code of conduct
dalam pengelolaan kelautan secara holistik.
Peringatan hari Nusantara tahun ini mengambil tema: “ Laut Sebagai
Ruang Hidup dan Ruang Juang Bangsa Indonesia Untuk Kesejahteraan
Rakyat.” Dengan tema ini memaknai kita bahwa laut nusantara dapat dijadikan
sebagai pilar utama ekonomi bangsa. Dalam kesempatan ini saya ingin
mengajak segenap bangsa Indonesia menatap ke depan, di mana terdapat
peluang bagi kita untuk mewujudkan suatu cita-cita besar, sebagai suatu negara
yang kuat, maju dan mandiri di bidang Kelautan.
Saudara-saudara sekalian,
Kita sadari bersama, bahwa masyarakat pesisir dan kelautan dikategorikan
sebagai masyarakat miskin. Olehnya Departemen yang saya pimpin, untuk 5
tahun ke depan telah merumuskan suatu visi, yaitu: “INDONESIA PENGHASIL
PRODUK KELAUTAN DAN PERIKANAN TERBESAR 2015”. DKP mengemban
misi “MENSEJAHTERAKAN MASYARAKAT KELAUTAN DAN PERIKANAN”.
DKP selama lima tahun ke depan program kerjanya lebih fokus pada upaya
untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia umumnya, dan khususnya bagi
para pemangku kepentingan di laut dan perikanan.
Saudara-saudara yang berbahagia,
Melalui peringatan Hari Nusantara tahun ini, saya mengajak kepada
semuanya; untuk dijadikan momentum untuk lebih maju ke depan melalui
kelautan. Marilah kita jaga keutuhan NKRI agar dapat berjaya, bermartabat,
duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan negara-negara terkemuka di
dunia. Jadikanlah masyarakat dan bangsa Indonesia makmur dan sejahtera.
Dirgahayu Nusantara, Jaya Indonesiaku.
Sekian dan terima kasih.
Wassalammualaikum warramatullahi wabarokatuh.
Jakarta, 13 Desember 2009
Menteri Kelautan dan Perikanan
Selaku Ketua Umum Panitia
Peringatan Hari Nusantara Tingkat Nasional Ke-10
Tahun 2009
ttd
Fadel Muhamad

Arus Laut Bisa Jadi Sumber Energi

Sebut misalnya sumber energi arus laut. Selain murah karena relatif tidak mengalami fluktuasi harga di, pasar gIobal, sumber energi ini pun tidak memiliki keterbatasan pasokan atau masih bisa diperbaru (renewable energy). Apalagi kondisi geografik Indonesia juga memililki banyak laut'dengan arus gelom bang yang potensial.

Koordinator Tim Kajian Staf Ahli Bappenas BidangTataRuang dan Kemaritiman Rizal Seiful Sabirin mengungkapkan, gelombang dari arus laut di Indonesia memiliki potensi kapasitas energi sekurangnya 5,6-9 TerraWatt (TW). Bila dikonversikan menjadi liistrik, arus laut ini bisa menghasilkan energi 30.000-50.000 kali lipat lebih banyak dibandingkan kapasitas energi pembangkit PLTA Jatiluhur de-ngan kapasitas 187 MW".

Berdasarkan pengalaman itu, prospek energi arus laut menjadi menarik. Selain karena pertimbangan ekonomis yang independen dari pasar energi dunia yang spekulatif, Indonesia sebagai negara kepulauan tidak kekurangan potensi mengembangkannya "paparnya.

Untuk pembangunannya, sambung Rizal, dukungan perangkat teknologi saat ini sudah sangat memungkinkan dalam pemanfaatan energi arus laut. Apalagi beberapa negara lain juga sudah banyak yang memanfaatkan energi arus laut sebagai salah satu sumber pembangkit listriknya. Sehingga perangkat teknologi yang akan digunakan sudah memiliki acuan teknoiogi mana yang paling andal, efektif dan ekonomis.

Senada dengan Rizal, Peneliti Laboratorium Hidrodinamik Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBPT) Erwandi dalam penelitiannya yang bertajuk 'Sumber Energi Arus : Alternatif Pengganti BBM, Ramah Lingkungan, dan Terbarukan, menyebutkan, energi arus laut merupakan salah satu sumber energi potensial yang tersedia di hampir seluruh kawasan Indonesia sehingga memungkinkan jadi sumber energi solutif bagi problem pasokan energi domestik. "Untuk wilayah Indonesia, energi yang punya prospek bagus adalah energi arus laut," sebutnya.

Menurut Erwandi,besarnya potensi energi arus laut tidak lepas dari kondisi geografik Indonesia yang memiliki banyak pulau dan selat.

Kondisi ini memungkinkan tingginya arus laut akibat interaksi Bumi-Bulan-Matahari yang mengalami percepatan saat melewati selat-selat tersebut. Ini artinya, potensi energi yang bisa dimanfaatkan cukupbesar.

Selain itu, sambungnya, kondisi Indonesia juga berada pada lokasi pertemuan arusl aut yang diakibatkan oleh konstanta pasang surut M2 yang dominan di Samudra Hindia dengan periode sekitar 12 jam dan konstanta pasang surut Kl yang dominan di Samudra Pasifik dengan periode lebih kurang 24 jam. Disebutkan, M2 merupakan konstanta pasang surut akibat gerak Bulan mengelilingi Bumi, sedangkan Kl adalah konstanta pasang surut yang diakibatkan oleh kecondongan orbit Bulan saat mengelilingi Bumi.

Sekedar catatan, energi arus laut timbul dari perbedaan suhu antara permukaan air dan dasar laut (ocean thermal energy convertion/OTEC).Dengan kata lain, energi ini muncul karena disebabkan oleh perbedaan tinggi permukaan air, akibat pasang surut dan energi arus laut. Secara teknis, energi itu'', dikenal juga sebagai methane hydrate atau senyawa padat campuran antara gas methan dan air yang terbentuk di laut dalam akibat adanya tekanan hidrostatik yang besar dan suhu yang relatif rendah dan konstan di kedalaman lebih dari 1,000 meter.
Erwandi menjelaskan, pemanfaatan energi arus laut memiliki beragam keistimewaan. Diantaranya, selain dikena! ramah lingkungan dibanding energi lain, arus laut juga memiliki intensitas energi kinetik yang lebih besar,bahkan dibandingkan dengan energi terbarukan yang lain. "Densitas air laut 830 kali lipat dari densitas udara sehingga dengan kapasitas yang sama, turbin arus laut akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan turbin angin,"jelasnya.
Keistimewaan lain, sambungnya, energi arus laut tidak memerlukan perancangan struktur yang kekuatannya berlebihan seperti turbin angin yang dirancang dengan memperhitungkan adanya angin topan. Sebab kondisi fisik pada kedalaman laut tertentu, arus cenderung tenang dan dapat diperkirakan.

Kekurangannya, lanjut dia, energi arus laut bergantung pada grafik sinusoidal sesuaidengan respons pasang surut akibat gerakan interaksi Bumi-Bulan-Matahari. Bila pasang purnama, maka kecepatan arus laut bakal deras, namun saat pasang perbani, kecepatan arus berkurang kira-kira setengah dari pasang purnama, Kelemahan lain adalah mahalnya biaya instalasi dan pemeliharaan.

Berdasar perhitungan Bappenas, pengembangan energi arus laut membutuhkan pendanaan yang cukup tinggi.Untuk setiap megawatt-nya misalnya, diperlukan pendanaan sekurangnya USD 3 juta. Jelas, pendanaan sebesar ini, jauh lebih tinggi dibanding kebutuhan pendanaan pengembangan PLTA dan PLTGU, masing-masing USD 900.000-USD 1 juta per MW dan PLTU USD1 juta-, USDl, 2 juta per MW.

Meski demikian, jelas Erwandi, itu bisa disiasati dengan merancang turbin arus laut sesuai kondisi pasang perbani, yakni saat dimana kecepatan arus paling kecil. Selain itu, sistem turbin juga bisa dirancang untuk bekerja secara terus-menerus tanpa reparasi selama lima tahun. "(Bila itu dilakukan) maka kekurangan ini dapat diminirnalkan dan keuntungan ekonomisnya sangat besar, "katanya.

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Salsia Alisjahba-na mengakui, energi arus laut perlu jadi pertimbangan pemanfaatan energi dalam negeri, Armida berharap energi ini sudah bisa masuk dalam dafiar nergi pada proyek Pembangkit listrik 10.000 megawatt tahap ketiga, mengingat proyek pembangkit 10.000 megawatt tahap sudah mulai berlangsung.

Menurut Armida, dengan potensi energi tinggi dan sifatnya yang ramah lingkungan, maka tidak jadi alasan bila pemerintah tidak mengupayakan pengembangannya.Untuk sementara, jelasnya, bisa saja energi ini dikembangkan terlebih dulu di daerah dengan tingkat kebutuhan energi tinggi seperti kawasan ekonomi khusus (KEK)dan pulau defisit listrik.

Armida tak menampik, KEK selama ini membutuhkan pasokan listrik yang ekstra baik kuantitas maupun kualitas dalam rangka mendukung kegiatan investasi di dalamnya. "Serta daerah kepulauan yang ternyata kurang terakomodasi dalara Rencana Umum Kelistrikan Nasional 2008-2025. Maka energi arus laut ini mungkin dapat menjadi solusinya," ujar Arroida di Jakarta, belum lama ini.

Namun mengingat tingginya biaya yang harus dikeluarkan, sambungnya, pemerintah berharap swasta bisa berpartisipasi dengan merealisasikan investasi pada proyek-proye kini. Selain memungkinkan swasta melakukan kapitalisasi, ini juga dimungkinkan kareha keterbatasan belanja yang dimiliki pemerintah (sumber: www.fisika.undip.ac.id).


Sail Banda

Pemerintah Provinsi Maluku bertekad melaksanakan event Sail Banda yang katanya mendunia. Event ini diyakini bisa membangkitkan citra Maluku setelah konflik meremuk daerah bertajuk kepulauan ini.
Dananya tak main-main pemerintah siap menggelontorkan dana Rp400 miliar.
Tahun lalu, pemerintah daerah ini juga telah berhasil menggelar satu lagi event internasional.

Puncak hari perdamaian dunia di Indonesia, digelar di Ambon, Maluku. Semuanya sukses digelar. Pemerintah senang, karena semuanya berjalan sesuai dengan rencana. Dana besar untuk membangun Gong Perdamaian, kata pemerintah, ternyata tidak sia-sia.

Sail Banda kini gencar disosialisasikan. Gemanya kini sudah terasa. Banyak pro dan kontra meramaikan diskursus tentang pentingnya pelaksanaan Sail Banda. Ada yang menolak, ada yang setuju event bertaraf internasional ini digelar. Antiklimaks dari diskursus ini ada aksi turun jalan. Demonstrasi digelar untuk menolak kegiatan tersebut.

Aksi turun jalan digelar, subtansinya bukan pada event, tapi kepentingan yang mendorong kegiatan tersebut digelar. Banyak masyarakat mencium ada ketidak beresan dari ngototnya pemerintah menggelar Sail Banda ini. Pencitraan itu dinilai sebagai dampak dari pemenuhan kepentingan oknum pejabat di pemerintah. Orientasi utamanya, adalah mega proyeknya.

Apa yang dicari dari proyek pencitraan itu? Dunia internasional bisa membuka mata, dan bergumam, Maluku sudah aman. Setelah itu, pemerintah berharap investor bisa masuk dan menanamkan modal. Selama ini, pemerintah berpendapat yang menjadi kendala penanaman modal di Maluku, adalah persoalan keamanan.

Keamanan Maluku sudah baik, hanya saja masih banyak yang apatis, terutama dunia bisnis. Jangankan investor asing, yang nasional saja masih ragu untuk menanamkan duitnya di Maluku. Ini terkait dengan kepastian usaha dan jaminan atas usaha. Karena itu, pemerintah berusaha meyakinkan bahwa iklim investasi di Maluku sudah sangat baik.

Pemerintah pernah keliling Eropa untuk menjual Maluku, tapi belum juga laku-laku. Entah apa masalahnya. Tapi yang terlihat di depan mata kita, pemerintah memang belum fokus 100 persen untuk membangkitkan ekonomi daerah. Fokus pemerintah hanya pada kegiatan serimonial belaka, untuk memperbaiki citra Maluku. Padahal, kegiatan itu belum juga menunjukan dampak yang memuaskan.

Sail Banda, kita yakini belum bisa berhasil mengangkat Maluku keluar dari seretnya investasi. Dana Rp400 miliar, hanya akan tersedot untuk ramai-ramai. Rakyat tidak diuntungkan dari kegiatan ini. yang untung paling segelintir orang di birokrat, dengan menggelimpangnya proyek-proyek tanpa tender.

Rakyat sudah saatnya meminta pertanggungjawaban pemerintah soal, pelaksanaan Gong Perdamaian, dan meminta jaminan pelaksanaan Sail Banda akan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan Gong Perdamaian yang meghabiskan dana miliaran rupiah tidak bermanfaat sama sekali bagi kesejahteraan rakyat. Apakah Sail Banda juga demikian?

Kata Stev Melay dari KNPI Maluku, ini motif baru dalam korupsi di Maluku. Pemerintah membikin proyek non fisik yang pertanggungjawabannya lemah. Proyek ini lebih mengarah pada upaya memperkaya diri. Setelah duit habis, pastinya tidak akan ada manfaat apa-apa bagi kesejahteraan masyarakat. Sekarang silahkan rakyat memilih. (*)

SISTEM ITEGUMEN PADA IKAN

SISTEM INTEGUMEN PADA IKAN







PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA 2009



1. Integumen (kulit)


 Merupakan sistem pembalut tubuh yang terdiri dari kulit dan derivat-derivatnya.

 Derivat sisik antara lain gigi ikan hiu, jari-jari sirip, scute (penebalan pada linea lateralis), finlet (sirip kecil), keel (gerigi kecil) dan beberapa keping tulang tengkorak


Fungsi Kulit :

 Alat pertahanan pertama pada penyakit
 Perlindungan & penyesuaian diri terhadap faktor lingkungan (linea lateralis sebagai organ sensori)
 Alat eksresi dan osmoregulasi
 Alat pernafasan tambahan pada beberapa jenis ikan

Beberapa alat yang terdapat dalam kulit :
 Kelenjar racun, sumber pewarnaan, sumber cahaya, kelenjar mucous (lendir) sehingga licin & berbau khas.
 Alat tersebut untuk mempertahankan diri & untuk menyerang

Struktur kulit ikan :

Kulit terdapat dua lapisan:
 Epidermis (luar)
Selalu basah karena adanya lendir (dari sel piala/goblet), bagian dalam selalu melakukan pembelahan untuk menggantikan sel-sel luar yang lepas. lapisan ini dinamakan (germinativum / lapisan malpighi)
 Dermis/corium (dalam)
lapisan terdiri dari sel-sel yang susunannya lebih kompak, karena dilengkapi dengan pembuluh darah, syaraf & jaringan pengikat. Dan berperan dalam pembentukkan sisik pada ikan yang bersisik



Struktur kulit Ikan


Ket:
1. epidermis; 2. dermis; 3. kelenjar lendir; 4. sisik; 5. chromotophore; 6. subcutis; 7. otot
2. Lendir
 Dihasilkan oleh kelenjar dari lapisan epidermis
 Mengeluarkan zat (semacam glycoprotein) yang dinamakan mucin (bila kena air menjadi lendir
 Ikan yang tidak bersisik mempunyai lendir yang lebih tebal dari pada ikan yang bersisik
Fungsi lendir :
 Mengurangi gesekkan dengan air supaya dapat berenang dengan cepat
 Mencegah infeksi & menutup luka
 Sebagai lapisan semi-permeabel yang mencegah keluar masuknya air melalui kulit.
 Menghindarkan diri dari kekeringan, ex. Ikan paru (Protopterus sp)
 Sebagai pelindung telur yang telah dibuahi dari gangguan luar, ex. Ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis)
3. Sisik
 Tersusun seperti genting, yang tertanam pada tuduh hanya sebagian. Bagian pasterior (berpigmen gelap), anterior (terang tidak berwarna)
 Dihasilkan dari lapisan dermis, sering disebut rangka dermis
 Ada ikan yang tidak bersisik sama sekali dari Ordo Siluroidea (jambal, Pangasius pangasius), (Lele, Batrachus sp)
Berdasarkan bentuk dan bahan, ada 5 tipe sisik:
a. Sisik placoid
 Hanya pada ikan bertulang rawan
 Terdapat lapisan dentin
 Bentuk sisik seperti bunga mawar dengan dasar yang bulat/bujur sangkar, bagian yang menonjol seperti duri keluar dari epidermis
 Ex. Ikan pari dan hiu
Placoid (Sisik Ikan Hiu)

Ket:
1. Dentine 2. enamel 3. canaliculi 4.pulp
5. epidermis 6. dermis





b. Sisik cosmoid
 Terdapat ikan fosil dan ikan primitif
 Terdapat beberapa lapisan berturut-turut dari lapisan vitrodentine, cosmine (non seluler), isopedine.
 Ex. Latimeria chalumnae
c. Sisik Ganoid
 Terdiri dari beberapa lapisan, yaitu lapisan ganoine (materialnya garam-garam anorganik), cosmine, isopedine
 Ex. Polypterus, Lepisostidae, Acipenceridae dan Polyodontidae



d./e. Sisik Cycloid dan Ctenoid
 Terdapat pada ikan teleostei (bertulang sejati), bentuk pipih, elastis, tidak mengandung dentine
 Sisik cycloid dan ctenoid pada dasarnya sama, hanya pada sisik ctenoid terdapat gerigi kecil (ctenii)
 Pada kedua sisik ini mempunyai titik awal pertumbuhan berupa fokus dengan garis melingkar (circuler), yang merupakan garis-garis pertumbuhan, antara 2 garis ini disebut annulus (jelas dapat dilihat pada ikan yang hidup pada ikan subtropis)
Cycloid & Ctenoid





4. Pewarnaan
 Pada ikan hidup diperairan bebas, ex. Ikan tenggiri (Scomberomorus commersoni) :
Bagian perut berwarna keputih-putihan, bagian samping tubuh bawah keperak-perakkan ke atasnya kehijau-hijauan atau kebiru-biruan, bagian punggung kehitam-hitaman
 Ikan yang hidup didasar bagian perut warna pucat punggung warna gelap
 Warna ikan disebabkan oleh schemachrome (karena konfigurasi fisik) dan biochrome (pigmen pembawa warna



Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson)



Schemachrome terdapat:
 Putih pada rangka, gelembung renang, sisik & testes
 Biru & ungu pada iris mata
 Warna pelangi sisik, mata dan membran usus
Biochrome :
 Carotenoid : merah & kuning
 Chromolipoid : kuning & kecoklatan
 Indigoid : biru, merah & hijau
 Melanin : hitam & coklat
 Porphyrin/pigmen empedu : merah, kuning, hijau, biru & coklat
 Flavin : berfluorescent kuning atau hijau
 Purin : putih keperakan
 Pterine : putih, kuning, merah & jingga

Sel khusus yang memberikan warna pada ikan, ada 2 macam:
 Iridocyte (sel cermin) : terdapat pada lapisan epidermis menghasilkan guanin kristal (warna keputih-putihan)
 Chromatophore : terdapat dalam lapisan dermis, menghasilkan pigmen warna yang sesungguhnya
Chromatophore dasar ada 4 jenis:
- Erythrophore (merah & jingga)
- Xanthophore (kuning)
- Melanophore (hitam)
- Leucophore (putih)


Fungsi warna pada ikan untuk:

 Perubahan warna terjadi untuk penyamaran yaitu dengan cara bentuk pemudaran warna (counter shading), dimana ikan mempunyai bagian dorsal warna lebih gelap dari pada bagian ventralnya sehingga seperti bayangan
 Kamuflase dengan cara pemecahan warna untuk mengaburkan pandangan terhadap tubuh ikan, sehingga mirip suatu bentuk benda
 Sebagai penanda daya tarik kepada lawan jensnya selama musim mijah
5. Organ Cahaya (Bioluminescens)
 Biasanya hanya pada ikan yang hidup di laut dalam (300-1000 meter)
 Cahaya pada tubuh ikan dari 2 sumber:
- Pada tubuh ikan sendiri, yang terdapat sel cahaya/ phothopore (phothocyte). Ex. Spinax, Etmopterus, Stomiatidae, Gadidae.
- Simbiose dengan bakteri. Ex. Macrouridae, Gadidae, Anomalonidae & Monocentridae. Di laut banda hidup ikan leweri batu (Photoblepharon palpebratus) & Leweri air (Anomalops katoptron) simbiose bakteri pada bagian bawah matanya
6. Kelenjar Racun
 Merupakan derivat dari kelenjar lendir, untuk mempertahankan diri, melemahkan lawan & mencari mangsa.
 Pada ikan karang, ikan lele (kelenjar racun pada sirip punggung & dada) sistem integumennya mengandung racun
 Ikan buntal (Tetraodontidae) kelenjar racun dari hati & empedu
 Kelenjar racun pada sirip punggung, anal & perut : ikan lepu ayam ( Pterois volitans & Pterois russeli), lepu angin (Scorpaena gutta) dan lepu tembaga (Synanceja horrida) mempunyai jari sirip yang pendek dan kokoh, racunnya dapat mematikan manusia
 Kelenjar racun ikan pari (Dasyatis), yaitu pada duri ekor yang bengkok & dalam (jaringan vasodentine)
IKTIOLOGI
(MKL 208)


ISNAINI



PROGRAM STUDI ILMU KELUTAN FAKULTAS MIPA
UNSRI


Minggu Ke- Pokok Bahasan
1 Pendahuluan
2 Sistem Integumen Ikan
3 Sistem Rangka dan Bentuk Tubuh Ikan
4 Urat Daging dan Pergerakan Ikan
5 Sistem Pencernaan, makanan dan Pertumbuhan Ikan
6, 7 Sistem Peredaran darah dan Pernafasan ikan
8 Mid Semester
9 Sistem Reproduksi dan Genetika Ikan
10,11 Sistem Syaraf dan Hormon Ikan
12 Konsep sistematika dan Tata Nama
13 Sistem Klasifikasi Ikan
14 Penggolongan Ikan
15 Eksresi dan Osmoregulasi
16 Distribusi dan Ekologi IKan
17 Ujian Semester



I. PENDAHULUAN
Iktiologi ichthyes (ikan)
logos (ajar atau ilmu)

Iktiologi : suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari ikan dengan segala aspek kehidupannya


Iktiologi telah berkembang meliputi beberapa cabang ilmu:

a. Klasifikasi
Melanjtkan upaya mencatat semua jenis ikan yang masih ada maupun yang berupa fosil, memasukkannya ke dalam taksa dan menentukan hubungan ilmiahnya
b. Anatomi
Mempelajari struktur ikan secara makroskopik, embriologi, serta perbandingan suatu jenis ikan dengan jenis ikan lainnya, termasuk fosil yang masih ada
c. Evolusi dan genetik
Mempelajari asal mula ikan perkembangan ikan modern dari ikan-ikan sebelumnya dan mekanisme perubahan ciri-ciri mereka


d. Natural Hystory dan ekologi
Mempelajari cara hidup dan habitat serta interaksi antara ikan yang satu dengan yang lain dan lingkungannya
e. Fisiologi dsn biokimia
Mempelajari fungsi dan sistem organ, metabolisme, integrasi sistem pada tingkat molekuler, dan toleransi spesies terhadap perubahan kondisi lingkungan
f. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan bagi kepentingan manusia secara rasional



Ikan binatang bertulang belakang (vertebrata) yang berdarah dingin (poikilothermal), hidup dalam lingkungan air, gerakan dan keseimbangan badannya terutama menggunakan sirip dan umumnya bernafas dengan insang

Jumlah spesies ikan lebih kurang 20.000 spesies
Menurut Lagler et al. (1977) :
a. Pisces (48,1%)
b. Aves (20,7%)
c. Reptilia (14,4%)
d. Mammalia (10,8%)
e. Amphibia (6%)